Senin, 25 Agustus 2014

Mencari Dirijen Revolusi

jika kau mencari dirijen revolusi
maka carilah dari atas ke bawah

sebut saja
Muhammad dari keluarga petinggi quraisy
Sidharta Gautama anak Sri Baginda Raja Suddhodana
Karl Marx dari keturunan rabi Yahudi
Kartini anak Bupati Jepara
Nelson Mandela dari keluarga Kerajaan Thembu

mereka semua yang berani melepas label mewah
untuk hidup dibawah dan membuat revolusi bersama

saya curiga kaum menengah terlalu sibuk dengan perutnya
meski sejatinya saya sangat kagum jika mereka sadar
sadar akan apa yang diperjuangkannya
sadar akan apa tujuan hidupnya
karena kebanyakan dari mereka tidak sadar

Kamis, 03 April 2014

Aku Ingin Pulang



Transmisi roda gigi dibuat untuk mempermudah kegiatan manusia, begitu pula dengan sistem kemahasiswaan yang mempermudah kehidupan mahasiswa. Jika kau menghilangkan salah satu roda gigi yang saling bersinggungan, maka sebenarnya kau sedang menghancurkannya”

Bisa jadi banyak hal yang tidak kita ketahui kenapa dahulu para pendahulu kita mendesain suatu sistem kemahasiswaan yang seperti ini. Bisa jadi pula saat itu para pendahulu kita belum memikirkan bahwa jatah waktu mahasiswa akan sedemikian dipersempit seperti saat ini, sehingga sumberdaya manusia yang mengisi organisasi akan keluar dan masuk sedemikian cepatnya. 

Bisa jadi banyak dari kita yang tidak mengerti mengapa dan untuk apa kita bergerak mengisi organisasi kemahasiswaan. Bisa jadi pula banyak dari kita yang sudah disibukkan dengan kegiatan akademik sehingga kita belum sempat menyibukkan diri untuk mencari pergerakan ini untuk apa, realitas yang belum ditemukan dahulu kala.

Nyatanya semua ini meninggalkan lubang di dalam pemikiran kita. Bila suatu saat nanti kita akan tersudut dengan semua kenyataan dan ketidak tahuan akan sejarah kemahasiswaan, akankah kita berhenti dan menyerah? Atau terus melaju dan belajar?

Sejarah yang terus berulang
Sejarah Indonesia berhasil mencatat pencapaian luar biasa yang ditorehkan pergerakan mahasiswa dibarengi dengan kegiatan pelemahan yang selalu mengikutinya.

Gerakan 1908 yang dimotori oleh Budi Utomo dengan misi pendidikannya. Diikuti dengan munculnya gerakan lain yang lebih ideologis dan lebih luas, seperti Indonesische Vereeninging. Indische Partij, Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV).

Gerakan 1928 yang diawali dengan kecewanya para mahasiswa melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia sepulang dari belajar diluar negeri, dibentuklah kelompok studi yang saat itu berpusat di Surabaya dan Bandung. Gerakan 1928 diingat dengan Sumpah Pemudanya yang melegenda itu.

Gerakan 1945 mendapat tantangan dari pemerintahan jepang. Kelompok studi yang terbentuk banyak yang dicekal dan dibubarkan oleh jepang. Alhasil kegiatan mahasiswa terpusat di asrama-asrama.

Gerakan 1966 jauh lebih menantang, karena tantangan justru datang dari saudara sendiri, gerakan mahasiswa berhaluan kiri. Setelah melewati badai itu, gerakan ini juga menghadapi tantangan yang jauh lebih berat. Yaitu pelemahan ideologi oleh Orde Baru dengan hadiah duduk di kursi DPR/MPR. Dalam rentang waktu ini muncul tokoh panutan mahasiswa yang terus menjaga idealism nya, Soe Hok Gie.

Gerakan 1974 berbeda dengan gerakan 1966, kali ini gerakan mahasiswa melawan pemerintahan karena kekecewaan mahasiswa dengan realitas yang terjadi.

Gerakan 1977-1978 diingat dengan NKK/BKK nya yang melegenda. Sebelum 1977, mahasiswa mulai disibukkan dengan kegiatan kemahasiswaan seperti Kerja Nyata, Dies Natalis. Menjelang pemilu 1977 kondisi baru memanans mahasiswa melawan kekuatan militer.

Gerakan 1990 ditandai dengan dicabutnya NKK/BKK dan diberlakukannya PUOK dengan SMPT, SMF, dan UKM sebagai isinya. Hal ini ditolak oleh mahasiswa, karena mahasiswa menginginkan kegiatan yang lebih mandiri, tidak dicampuri pemerintah. Setelah itu muncullah kembali Dewan Mahasiswa, walau tak sama persis dengan masa kejayaannya dulu.

Gerakan 1998 adalah gerakan terakir yang dicatat oleh sejarah kita. Yaitu gerakan reformasi.

Gerakan mahasiswa selalu mendapat tempat di hati rakyat, karena gerakan mahasiswa selalu berasal dari kegelisahan rakyat. Kegiatan mahasiswa yang saat ini tidak merakyat cukup memberi alasan bahwa gerakan mahasiswa saat ini sudah tidak ada. Mahasiswa sudah disibukkan dengan kegiatan internal kampusnya, dan itu di klaim sebagai gerakan mahasiswa, sungguh ironi.

Bayi Imut Bernama KM-ITB
Dengan dicabutnya NKK/BKK, kegiatan mahasiswa terpusat di kampus mulai menggeliat lagi. Keluarga Mahasiswa ITB sebagai wadah formal aktivitas kemahasiswaan ITB berhasil di deklarasikan 20 Januari 1996. Belum sampai deklarasi ini membangkitkan gairah kemahasiswaan terpusat, aral menghadang dating dari para birokrat kampus. Tahun 1996 juga tercatat sebagai tahun menambah tebal tumpukan konsep organisasi kemahasiswaan ITB. Baru tahun 1998, FKHJ mengambil alih kemudi, mensintesa konsep yang sudah ada dan mengimplementasikannya.

Melawan Hegemoni Himpunan Mahasiswa Jurusan
Dibandingkan dengan HME ITB yang sudah terbentuk tanggal 5 Desember 1949, KM-ITB terlihat seperti seorang bayi dengan HME sebagai salah satu ibu yang melahirkannya. Bayi tersebut masih ketergantungan dengan ASI dari sang ibu. Setelah opini bahwa saat ini kegiatan akademik jauh lebih menarik dari kegiatan kemahasiswaan, masih ada opini lain yaitu KM-ITB harus bersaing dengan HMJ untuk menarik simpati massa. Bahkan KM-ITB banyak disebut sebagai himpunan ke-32 dengan outsider dari himpunan sebagai penggeraknya.

Bila anda melihat sesuatu yang salah dengan itu, maka saya sepakat dengan anda. Kebutuhan mahasiswa itu sangat beragam. Kebutuhan itu bisa kita kempokkan menjadi tiga. Yaitu kebutuhan individual, kebutuhan kelompok dan kebutuhan semua mahasiswa ITB. Kebutuhan individual dapat ditangani secara mandiri oleh masing-masing mahasiswa. Kebutuhan yang spesifik kelompok tertentu, seperti belajar ngoprek peralatan elektronik untuk mahasiswa elektro bisa diakomodasi oleh HME ITB. Sedangkan kebutuhan seluruh mahasiswa ITB S1 diakomodasi oleh KM-ITB.

Untuk menjembatani kolaborasi kerja HMJ dan KM-ITB itulah dalam sistem organisasi mahasiswa ITB kita gunakan senator sebagai utusan lembaga. Suara yang dihimpun di HME dibawa oleh senator ke Kongres KM-ITB, setelah itu hasilnya disosialisasikan kembali ke masa HME.

Penutup
Organisasi kampus adalah organisasi paling dinamis yang ada. Mulai dari sumber daya manusianya yang terus berganti dengan cepat, tantangan yang terus datang silih berganti kita bisa memilih kokoh dengan konsep kemahasiswaan ini, atau kita bisa ikutan dinamis dengan menjawab tantangannya sendiri, atau malah dengan mencari titik optimal antara kokoh dan dinamis dengan segala trade off yang ada.

Ditengah kenyataan itu, tidak seharusnya lembaga yang mengisi kegiatan mahasiswa di kampus ITB ini memperlihatkan arogansinya masing-masing. Kita harus berani merendahkan hati, dan mengefektifkan semua wadah yang ada.

Menurut saya organisasi kemahasiswaan itu tak perlu ada jika nanti tiba saatnya kegiatan akademik bisa mengakomodasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sampai saat itu tiba, maka harus ada gear tambahan agar output dari sistem pendidikan perguruan tinggi ini menjadi sarjana yang utuh. Di akhir penulisan essay ini saya membayangkan betapa beratnya tugas yang dibebankan secara moral kepada mahasiswa dan aku ingin pulang.

Essay ini dibuat untuk menjadi syarat mengikuti pemilu senator HME ITB 2014
Akbar Jaya Binawan-18011016

Sabtu, 15 Februari 2014

Mengusir Saudara Sendiri, Atas Nama Pembangunan

Sebagai negara berkembang maka sudah selayaknya kita terus membangun. Seakan sebuah balapan, kita terus diburu waktu untuk sesegera mungkin membangun. Atau kita terlalu terburu 'jatah' pembangunan? Pernahkah kita sejenak berfikir apakah bangunan yang akan kita buat ini sudah di jalur yang benar, atau kita malah blunder dengan melakukan wrong way?

Pada dasarnya "Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui."-Al Baqarah (2:22)
Bumi dan semua isinya ini diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi tidaklah salah jika kita memanfaatkan semua sumber daya yang sengaja Allah berikan sebagai rezeki untuk kita. Kesalahan baru dimulai ketika hanya segelintir manusia yang menguasainya dan sebagian besar yang lain sengaja "diusir" dari hak mereka.


Rentetan permasalahan bermunculan setelah mayoritas manusia dijauhkan dari hak mereka. Dan terpaksa berebut akan hak dasar mereka. Apa yang disebut berebut hak dasar? Untuk makan saja saling senggol, tanah saling serobot, air mencuri dari orang lain dan banyak contoh lain.

Ilustrasi diatas bukan bermaksud menjatuhkan paham tertentu. Saya bisa dihajar habis-habisan oleh temen-temen dari ilmu sosial. Ya saya akui semua paham itu baik. Seperti demokrasi yang sengaja diciptakan dengan harapan mengontrol para kapitalis. Sebut saja alat kontrolnya sebuah pajak, agar ada distribusi kekayaan. Lalu kenapa kekayaan masih terpusat di tempat tertentu? Apa benar yang membayar pajak tersebut sang pemilik perusahaan? Atau itu uang kita sendiri dengan memasukkan pajak kedalam harga barang?

"Sebaik apapun kita mengangankan sebuah teori, takkan ada artinya jika kenyataannya teori tersebut mempunyai celah untuk diakalin oleh sekelompok manusia yang melihat celah tersebut."

Balik ke pertanyaan awal, sudahkah kita mengarahkan mocong kapal balap kita ke arah yang benar?


Bukan bermaksud menyindir para planner yang sudah merancang kota. Untuk masalah ginian, aku bocahmu. Sebagai sesama manusia, kita harus fair. Ketika nanti aku menangani hajat orang banyak tentang listrik (amin), segala komplain tentang hasil pekerjaan akan saya terima. Tak ada takdir atau apapun yang berhak saya salahkan kecuali diri sendiri. Maka ketika sekarang, macet dimana-mana, banyak pengamen dan pengemis, geng motor, kejahatan di jalan, saya harus komplain ke siapa?

Agaknya saya ga perlu menambah dengan kasus tambang emas, batu bara, minyak, gas yang nun jauh disana.

Kalau memang dirasa jalan ini sudah benar, maka monggo dilanjutken balapan pembangunannya. Kalau saya sendiri merasa pada beberapa kesempatan kita bisa membelokkan kemudi, daripada terus hanyut di arus yang sangat deras ini. Tujuannya tak lain agar kita bisa menyentuh garis finis yang benar dengan lebih cepat.

Injury Time
Background pendidikan saya tidak ada hubungannya sama ginian. Hal ini juga baru kusadari dari hasil ngobrol dengan banyak orang. Termasuk didalamnya Pak Iskandar dan istrinya Bu Tri Mumpuni, Irfan temen dari HI UGM serta Greg Mankiw yang menginspirasi saya lewat buku dan papernya. Jika dengan tulisan ini bisa menambah ilmu, maka saya akan terbuka.

Senin, 13 Januari 2014

Gagasan Ringan Mengenai Profesionalitas



Pagi ini saya terngiang-ngiang oleh ceramah yang dibawakan oleh seorang kiayi di TV9 (setasiun TV lokal jawa timuran milik kaum nahdiyin) intinya kira-kira begini, disamping ibadah wajib, ibadah yang bisa dilakukan oleh seseorang itu sangat spesifik mengikuti kedudukan yang dimilikinya di dunia. Artinya selain menunaikan ibadah wajibnya kepada Allah, ibadah lain yang bisa dilakukan seorang dokter adalah merawat pasien, memberikan hal yang terbaik jika ada yang sakit, bukan dengan jualan obat. Saya yang sebenarnya bukan kaum nahdiyin saat itu tertarik untuk mendengarkan gagasan kiayi ini lebih lanjut, ini orang bijak pikir saya. Dalam ceramah itu beliau memberikan contoh masyarakat indonesia yang cukup melenceng dalam menilai seseorang. Contoh itu diberikan dalam dialog berbahasa jawa timuran, disini saya coba terjemahkan menjadi bahasa indonesia.

             Warga: “Alhamdulillah pak yai, kali ini kita mendapat lurah yang bagus”
             Kiayi: “Taunya bagus dari mana pak?”
          Warga: “Itu pak lurah kita orangnya sangat soleh pak yai, beliau rajin ibadah. Tiap hari kerjanya iktikaf terus di masjid”
          Kiayi: “Lha kalo dia iktikaf terus di masjid, kalo ada yang ngurus surat di kantor kelurahan siapa yang tanda tangan? Pemimpin ya harusnya fokus memikirkan warganya, fokus mikir bagaimana warga bisa makan semua. Kalo bagian ibadah itu giliran saya”

Cukup menggelikan memang, tapi dialog diatas seakan memberikan sindiran nyinyir mengenai konsep profesionalitas kita yang sudah sangat campur aduk. Bagaimana tidak, seorang penyanyi dangdut bisa dengan lantangnya berkata saya akan maju nyapres, belum lagi Farhat Abbas kampungan itu, hadeeeh lama-lama setelah lulus saya merawat orang sakit saja. Hahaha cuma bercanda, sebagai calon sarjana listrik saya punya cita-cita menahkodai BUMN listrik yang katanya saat ini rapor merah terus. Doakan ya ._.v

Kembali ke gagasan yang disampaikan kiayi ini. Tiap kedudukan dan amanah yang disandang oleh seseorang itu membawa hak dan kewajiban yang berbeda-beda. Hal ini menjadi masuk akal, karena tidak mungkin diakhirat kelak seorang tukang becak ditanyai berapa orang yang jadi kaya karena adanya dirinya. Hal ini ga nyambung. Sebenarnya tulisan ini masih bisa diteruskan dengan gagasan lanjutan dari Ibu Tri Mumpuni mengenai profesionalitas itu harus dibayar mahal ga? Tapi takut ntar malah kemana mana. Udah ah capek kebanyakan nulis, biarin dibilang tulisannya kacau juga, profesi saya kan bukan penulis. Profesionalitas coy profesionalitas :p

Wassalam~